"Proyek, desain rumah di daerah di bawah Rp200 miliar kita tidak ambil itu di 2016, kecuali proyek yang strategis," bilang Direktur Keuangan PT PP Agus Purbianto, ditemui di bilangan SCBD Sudirman, Jakarta, Senin 30 Oktober 2017.
Ditempat yang sama, Sekretaris Perusahaan PTPP, Nugroho Agung Sanyoto menyatakan, perseroan sudah lama sudah tidak mengambil proyek yang diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tingkat 1 dan 2.
"Jadi, rumah minimalis proyek di bawah Rp200 miliar sudah kita tidak ambil, jadi apa yang dikatakan BUMN mengambil jatah swasta, itu tidak benar," ungkap Nugroho.
Menurut Nugroho, pendirian cabang perseroan di berbagai daerah bukan dimaksudkan untuk merebut proyek yang ada di masing-masing daerah, tapi lebih untuk mendekatkan proyek yang sedang digarap perseroan.
"Sekarang, contoh rumah cabang tidak lagi (ambil proyek di bawah Rp200 miliar), jadi cabang-cabang di daerah tidak sama lagi kayak dulu," tutur Nugroho.
Sejumlah pengusaha di Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia curhat ke Presiden Joko Widodo, bahwa BUMN banyak mengambil jatah-jatah proyek yang seharusnya dikerjakan swasta.
Ketua, bahan bangunan Umum Kadin Indonesia, Rosan Roeslani menyatakan, BUMN seharusnya menjalankan perannya sebagai agent of development atau agen pembangunan, tapi pada satu sisi ada peraturan BUMN harus ambil untung juga, sehingga terjadi bentrokan.
Kadin juga mengusulkan, nilai proyek di bawah Rp50 miliar diberikan ke pihak swasta. Tapi, Presiden memutuskan sebesar Rp100 miliar ke bawah tidak boleh diambil oleh BUMN.
"Ini, gambar rumah minimalis sangat postif, memberikan peran pengusaha daerah untuk berinvestasi dan tidak bersinggungan dengan BUMN maupun BUMD, dengan itu UKM bisa bergerak, pengusaha daerah bisa bergerak," pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar